Beranda | Artikel
Hukum Tadarusan di Bulan Ramadhan
Rabu, 14 April 2021

Di bulan Ramadhan, biasanya banyak dilakukan kegiatan tadarusan di masyarakat kita. Bagaimana sebenarnya hukum syar’i terhadap kegiatan ini?

Sebelumnya, kita melihat realita makna tadarusan di masyarakat itu bermacam-macam. Secara bahasa, tadarusan dari kata تدارس – يتدارس yang artinya: saling belajar. Wazan تفاعل menunjukkan adanya mufa’alah, yaitu interaksi antara dua orang atau lebih. Sehingga tadarus adalah aktivitas belajar antara dua orang atau lebih. Dan dalam hal ini maksudnya adalah belajar Al Qur’an.

Kemudian, hukum tadarusan perlu kita tinjau sesuai dengan makna-makna tadarusan yang ada di masyarakat.

Pertama: tadarusan maknanya belajar membaca Al Qur’an atau belajar tafsir Al Qur’an

Tadarusan dengan makna ini tidak diragukan lagi bolehnya, bahkan hukumnya mustahab dan bisa jadi wajib. Sebagaimana dalam Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ

“Tidaklah beberapa orang berkumpul di salah satu rumah Allah (masjid), mereka membaca Kitabullah (Al Qur’an) dan saling mengajarkan satu dan lainnya di sana, melainkan akan turun kepada mereka sakinah (ketenangan hati), mereka akan diliputi rahmat Allah, akan dikeliling oleh para malaikat dan Allah akan menyebut-nyebut mereka di sisi para makhluk yang dimuliakan di sisi-Nya” (HR. Muslim no. 2699).

Kedua: tadarusan maknanya membaca Al Qur’an secara berjama’ah dengan satu suara

Yaitu membaca ayat atau surat dari Al Qur’an secara bersama-sama dan berbarengan, satu suara. Praktek seperti ini tidak didapati dari sunnah Nabi maupun para sahabat, maka hendaknya ditinggalkan. Namun boleh jika dalam rangka belajar membaca Al Qur’an, bukan sekedar membaca.

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan,

“Membaca Al Qur’an Al Karim adalah salah satu ibadah yang disyariatkan oleh Allah kepada para hamba-Nya. Dan juga ia merupakan ibadah yang dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam kepada umatnya. Yang menjadi kebiasaan Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam adalah beliau membaca Al Qur’an lalu para sahabat mendengarkannya. Agar mereka mengambil manfaat dari apa yang dibacakan kepada mereka. Lalu Rasulullah menafsirkan ayat-ayat yang dibacanya. Terkadang Rasulullah memerintahkan salah seorang sahabatnya untuk membacakan Al Qur’an dan Rasulullah mendengarkannya.

Tidak ada dalam sunnah Nabi atau dalam sunnah para sahabat Nabi, dan tidak ada dalam cara beragama mereka, membaca Al Qur’an secara berjamaah dengan satu suara. Ini bukanlah tuntunan sahabat Nabi dan juga bukan tuntunan dari Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam. Yang menyebutkan bahwa hal ini bid’ah, mereka benar. Karena amalan yang demikian tidak ada asalnya dari syariat.

Namun para ulama menyebutkan yang seperti ini ditoleransi (dibolehkan) bagi anak-anak kecil yang sedang diajari Al Qur’an sebagai bentuk metode pengajaran, dilakukan sampai pengucapan mereka benar. Demikian juga para pengajar di sekolah-sekolah. Jika seorang guru memandang perlunya para murid untuk membaca bersamaan satu suara, maka boleh sampai bacaan anak-anak kecil tersebut benar, sebagai bentuk metode pengajaran. Jika seperti itu kami harap tidak mengapa. Karena ini dapat membantu pengajaran dan membantu para murid agar bacaannya dan penyampaiannya benar” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi, 1: 347).

Baca Juga: Dua Masalah Terkait Niat Puasa di Bulan Ramadhan

Ketiga: tadarusan maknanya membaca Al Qur’an secara bergantian dan bersambungan

Yaitu beberapa orang berkumpul kemudian sepakat untuk membaca secara bergantian, dan secara bersambungan sehingga pesertanya melanjutkan ayat dari peserta sebelumnya dan demikian seterusnya hingga selesai target bacaan. Praktek seperti ini disebut oleh para ulama dengan istilah al idarah.

Praktek seperti ini diperselisihkan oleh para ulama. Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah mengatakan,

القراءة الإدارة وهي تناوب المجتمعين في قراءة أية أو أيات أو سورة أو سور إلى أن يتكاملوا بالقراءة. و لا تعني هذا المشروع في مدارسة القرأن. و الإدارة بدعة قديمة أنكرها الأئمة: مالك و غيره وصدر بإنكارها فتوى وألفت رسائل

“Membaca dengan model al idarah adalah cara membaca dengan saling bergantian dan bersambungan di antara orang-orang yang berkumpul, dalam membaca ayat per ayat, atau masing-masing beberapa ayat, atau surat per surat, atau masing-masing beberapa surat. Hingga akhirnya mereka menyempurnakan target bacaan mereka. Dan mereka tidak memaksudkan untuk mempelajari Al Qur’an (namun sekedar membaca saja, pen.). Dan praktek al idarah ini adalah bid’ah yang sudah ada sejak dahulu. Diingkari oleh para imam seperti Imam Malik dan yang lainnya. Telah ditulis beberapa fatwa dan buku untuk mengingkarinya” (Bida’ul Qurra’ Al Qadimah wal Mu’ashirah, hal. 16).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah di antara ulama yang membolehkan. Beliau rahimahullah mengatakan,

وقراءة الإدارة حسنة عند أكثر العلماء، ومن قراءة الإدارة قراءتهم مجتمعين بصوت واحد وللمالكية وجهان في كراهتها ، وكرهها مالك ، وأما قراءة واحد والباقون يتسمعون له فلا يكره بغير خلاف وهي مستحبة ، وهي التي كان الصحابة يفعلونها : كأبي موسى وغيره

“Membaca dengan model al idarah dianggap baik oleh kebanyakan ulama. Dan membaca bersama-sama dengan satu suara, ini termasuk qira’ah idarah. Dalam madzhab Maliki ada dua pendapat dalam masalah ini. Dan Imam Malik membenci praktek seperti ini.

Adapun jika satu orang membaca dan yang lain mendengarkan saja, maka ini tidak ada larangan tanpa adanya khilaf. Dan ini hukumnya mustahab (dianjurkan). Dan inilah yang dilakukan oleh para sahabat, seperti Abu Musa dan yang lainnya” (Al Fatawa Al Kubra, 5: 345).

Maka membaca dengan model idarah ini hendaknya ditinggalkan karena tidak diamalkan oleh para salaf, juga dinilai bid’ah oleh sebagian ulama. Walaupun jika ada yang mengamalkan, kita tidak mengingkarinya.

Adapun membaca dengan model idarah dalam rangka belajar Al Qur’an, maka tidak mengapa sebagaimana dipahami dari penjelasna Syaikh Bakr Abu Zaid di atas.

Keempat: tadarusan maknanya satu orang membaca lalu yang lain hanya mendengarkan

Ini tidak ada perselisihan di antara ulama tentang bolehnya, sebagaimana penjelasan Ibnu Taimiyah rahimahullah di atas. Karena terdapat banyak hadits shahih yang menunjukkan hal ini. Di antaranya hadits dari Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda kepadanya,

لو رَأَيْتَنِي وَأَنَا أَسْتَمِعُ لِقِرَاءَتِكَ البَارِحَةَ، لقَدْ أُوتِيتَ مِزْمَارًا مِن مَزَامِيرِ آلِ دَاوُدَ

“Andaikan Engkau melihat bagaimana kekagumanku ketika mendengarkan bacaan Al Qur’an-mu barusan, sungguh Engkau telah diberikan serulingnya keluarga Daud” (HR. Bukhari no.5048 dan Muslim no.793).

Kelima: tadarusan maknanya membaca Al Qur’an sendiri-sendiri namun di tempat yang sama

Ini juga tidak diragukan lagi bolehnya. Dan termasuk mendapatkan keutamaan dalam hadits Abu Hurairah di atas. Karena hukum asalnya ibadah itu dilakukan sendiri-sendiri kecuali terdapat dalil yang menunjukkan dapat dikerjakan berjama’ah.

Wallahu a’lam.

Baca Juga:

Penulis: Yulian Purnama


Artikel asli: https://muslim.or.id/62144-hukum-tadarusan-di-bulan-ramadhan.html